Analisis Kajian Ijtihad, Taqlid, Ittiba, dan Talfiq dalam Sarana Penetapan Hukum Islam di Google Scholar
Abstract
Ijtihad, taqlid, ittiba, dan talfiq dalam sasaran penetapan hukum Islam dapat dikembangkan dari perspektif sejarah dan perkembangan ilmu-ilmu keislaman. Tujuan artikel ini ingin memberikan sebuah gambaran kepada pembaca, tentang bagaimana cara mengatasi problematika dalam menentukan ketentuan hukum suatu masalah yang belum ada ketentuan dalil-dalil pasti baik Al-Quran maupun Sunnah, maka untuk menemukan ketentuan hukum melalui jalan ijtihad dan juga taqlid. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan oleh peneliti adalah metode library research, yang melibatkan pengumpulan informasi dan data dari berbagai sumber yang tersedia. Hasil yang didapatkan bahwa Di level tertinggi, ijtihad wajib hukumnya bagi yang mampu berijtihad. Sedangkan di level rendah, ittiba' dan taqlid tidak wajib hukumnya, tetapi dapat digunakan oleh orang yang tidak mampu berijtihad. Sebagai contoh, Imam Syafi'i, Imam Hanafi, Imam Malik, dan Imam Ahmad bin Hambal yang menghafal ribuan hadits, mengetahui tafsir Al-Qur'an, mengetahui bahasa Arab, mengetahui ijma' ulama, dan lain-lain. Pada dasarnya, pemikiran NU dan Muhammadiyah tidak berbeda dalam pendekatan terhadap ijtihad, ittiba', taqlid, dan talfiq. Namun, kedua organisasi menganggap ijtihad sebagai sarana terbaik untuk menentukan hukum yang sesuai dengan kehendak al-Qur'an dan Sunnah